#MiniProjecCerpenRD - Maafkan Aku, Mama

Semakin hari alam yang kita huni ini semakin rusak. Banyak manusia yang gila karena mengikuti nafsunya untuk mengeksplorasi alam untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Mereka tak peduli dengan nasib generasi selanjutnya. Permasalahan itu membuat Acha tergugah untuk menjadi aktivis lingkungan. Gadis cantik itu tak pernah lelah untuk menggalakan tentang pentingnya pelestarian lingkungan.Dan ia sangat membenci orang-orang yang tak peduli dengan alam.

Pagi itu, Acha dan teman-temannya berniat untuk mensurvei lahan pertanian yang ingin ia jadikan sebagai kegiatan reboisasi. Di luar dugaan, sesampainya di sana ia sangat terkejut, pasalnya lahan tersebut telah di jual oleh warga sekitar kepada perusahaan swasta paling berkuasa di daerah itu. Para warga mengaku bahwa mereka di paksa oleh perusahaan itu untuk menjual lahan pertaniannya karena lahan itu akan didirikan mall, dan mereka di janjikan akan di beri keuntungan 45% jika para warga mau menjual lahannya tersebut. Sebenarnya mereka menolak perjanjian itu, tetapi pihak perusahaan mengancam para warga bila tak mau menjual lahannya. “Kami tidak bisa berkutik lagi saat mereka berkata akan menghancurkan desa kami jika kami tak mau menjual lahan pertaniannya, kami tak punya waktu untuk berpikir matang-matang untuk mengambil keputusan. Sebab, kami hanya di beri waktu 3 hari oleh mereka. Alhasil, kami terpaksa menjualnya.”, kata Pak RT. “Kalau boleh tau, perusahaan mana pak yang mengancam para warga?”, tanya Acha penasaran. “Emm anu dek saya lupa, kalau tidak salah namanya Ashi..Ashi.. duh Ashi apa yaa”, balas Pak RT sambil mengingat nama perusahaan itu. “Lalu apakah mereka memberikan surat perjanjian kepada bapak atau warga saat ingin membeli lahan ini?”, tanya Acha. “Tidak dek, mereka bilang sudah mendapat persetujuan dari pemerintah setempat, jadi mereka tak memberikan kami surat perjanjian itu. Kemarin kami berniat untuk bertemu dengan Kepala Bidang Pertanian untuk minta kejelasan , tapi saat kami ke sana kami di larang masuk.”, timpal Pak RT dengan penuh penyesalan. Acha semakin curiga dengan pernyataan Pak RT, ia menduga ada beberapa pejabat daerah setempat melegalkan pemaksaan ini.

Beberapa hari kemudian, ia tak sengaja mendengar percakapan Ibunya dengan cilentnya. Dengan suara samar-samar ia menguping dari luar ruangan kerja Ibunya, ia mendengar tentang lahan yang di jual. Tak sempat mendengarkan sampai selesai, dering telepon rumah mengagetkan Acha. Ia bergegas mengangkatnya, tetapi saat orang yang menelepon hendak bicara tiba-tiba sang Ibu cepat-cepat merebutnya. “Nggak usah ikut campur urusan orang tua, sudah sana balik ke kamar”,kata Ibu sambil merebut telepon yang ada di telinga Acha. Karena tak mau adu mulut dengan Ibunya, ia bergegas kembali ke kamar. Saat itu ia tak menaruh curiga terhadap sikap Ibunya yang keras tersebut. Karena ia hanya menduga Ibunya sedang stress karena pekerjaannya yang menumpuk.

Sudah hampir 1 bulan lamanya, Acha dan teman-temannya mencari tau tentang perusahaan yang memaksa warga desa Suka Maju menjual lahannya, tetapi hasilnya tetap saja nihil. Para warga mulai resah, pasalnya sudah 1 bulan mereka tak punya pekerjaan yang mereka jadikan hiburan dan sumber penghasilan. Mereka juga sudah mondar-mandir ke kantor Kepala Bidang Pertanian, tetapi mereka tetap saja di tolak oleh protocol yang berjaga. “Maaf pak, saat ini Kepala Bidang Pertanian sedang ada rapat jadi tidak bisa di ganggu. Mungkin besok atau lain kali bapak bisa kemari lagi.”, itulah kata-kata yang selalu diucapkan protocol setiap ada warga Suka Maju yang ingin bertemu dengan Kepala Bidang Pertanian itu.
“Bagaimana lagi dek Acha, kami sudah lelah untuk mencari kejelasan kepada pemerintah setempat tentang lahan pertanian ini. Selain itu kami sekarang sudah tak punya pekerjaan lain selain menganggur di rumah”, ucap Pak RT dengan raut muka lesu. “ Tenang pak, saya dan teman-teman kemari berniat untuk memberikan modal kepada bapak dan warga untuk menjadi pengrajin souvenir untuk sementara waktu. Saat ini kami sedang berusaha untuk mencari tahu tentang perusahaan tersebut. Jadi saya dan teman-teman berharap agar modal ini bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.”, balas Acha. “Tapi apa mungkin kalian bisa memecahkan permasalahan ini? Kami saja sudah hampir putus asa.”, kata Pak RT kurang yakin. “Tenang pak tenang, saya dan teman-teman akan berusaha semaksimal mungkin karena ini termasuk misi kami sebagai aktivis pelestarian lingkungan. Jadi kami mohon kepercayaan bapak dan warga untuk mendukung usaha kami”,timpal Lina.

“Kita sudah bisa menguasai lahan pertanian terbesar di daerah ini. Pokoknya mall itu harus secepatnya di bangun”, ucap Ibu Acha kepada para bawahannya. “Tapi mohon maaf Bu Ratih, saya ingin menyampaikan keluhan pasca pemaksaan tersebut. Akhir-akhir ini kantor saya sering di datangi oleh para warga Suka Maju, mereka terus mendesak agar bisa mendapat kejelasan dari saya tentang masalah ini. Saya bingung harus bilang apa lagi kepada mereka lewat protocol saya”, ucap Kepala Bidang Pertanian. “Itu masalah gampang, kamu tinggal minta tolong saja ke Pak Novanto untuk mengurus keluhan ini. Yang jelas proyek ini harus segera berjalan.”, balas Bu Ratih.”Tapi bagaimana dengan perjanjian yang anda buat tentang bagi hasil itu dengan para warga? Menurut saya bagian untuk para warga itu terlalu besar”, timpal salah satu Staff Bu Ratih. “Menurut saya tidak, soalnya kita sudah mengurangi lahan hijau di daerah ini. Setidaknya itu sudah menjadi balasan setimpal bagi mereka atas hilangnya lahan yang mereka miliki.”, balas Bu Ratih tenang.
Bu Ratih dan Acha sama-sama melakukan kegiatan yang bertolak belakang, namun mereka sama-sama tak mengetahuinya. Mereka menjadi tak kompak lagi setelah Ayah Acha meninggal 2 tahun yang lalu. Bu Ratih menjadi makin rakus akan kekayaan sepeninggal suaminya itu, ia menyelewengkan usaha yang di tinggalkan oleh suaminya. Akhir-akhir ini ia sering sekali membeli lahan pertanian untuk didirikan mall atau apartemen. Bertolak belakang dengan Bu Ratih, Acha sangat menghargai apa yang di amanatkan oleh almarhum ayahnya. Ia tergugah untuk menjadi aktivis lingkungan karena ia prihatin dengan keadaan alam akhir-akhir ini. Kegiatan Acha sebagai aktivis lingkungan tak pernah di ketahui oleh Ibunya,pasalnya sang Ibu lebih sibuk dengan usahanya sendiri.

Saat hendak meminjam laptop di ruangan Ibunya, ia tak sengaja melihat proposal yang berisi persetujuan serah terima lahan pertanian. Tak sempat membaca nama perusaahaan yang ada di proposal tersebut, terdengar suara langkah Ibunya yang membuka pintu. Buru-buru ia segera meletakkan kembali proposal itu ke tempat semula dan ia berpura-pura berfoto di ruangan kerja Ibunya. “Hei Acha, kamu ngapain malah foto-foto di sini?”, tanya Ibunya dengan suara terkejut. “Emm anu ma, Acha tadi niatnya mau pinjam laptop soalnya laptop Acha agak eror. Terus pas lagi duduk di sini, Acha merasa suasananya enak buat foto-foto, jadi yaa udah deh sambil nunggu mama ke sini Acha foto-foto dulu”, balas Acha. “Oh gitu, ya sudah kamu tunggu saja di situ. Mama mau bereskan ini sebentar”, ucap Bu Ratih sambil merapikan berkas-berkas di dekat laptopnya.

“Untung aja nggak ketauan tadi sama mama, tapi kok tadi aku dodol banget ya kenapa tadi proposalnya nggak aku foto aja. Mungkin nggak yaa Mama terlibat dalam pemaksaan penyerahan lahan itu?”, kata Acha dalam hati. Semalaman suntuk ia memikirkan tentang proposal itu, ia masih penasaran dengan nama perusahaan yang terlibat dalam pemaksaan penyerahan lahan di desa Suka Maju. Saat ia hampir menemukan ide untuk memecahkan masalah ini tiba-tiba handphonenya berbunyi. “Cha, Aku dapat info dari Dodi, kata dia perusahaan yang merebut lahan warga desa Suka Maju itu perusahaan lokal. Perusahaan itu bekerja sama dengan oknum pemerintah setempat untuk melegalkan pembangunan mall di desa Suka Maju. Sekarang Dodi dan teman-teman sedang mencari tahu lebih lanjut tentang nama perusahaan itu.”, begitulah isi pesan singkat yang membuat Acha semakin mencurigai Ibunya.”Aku harus cepat-cepat mencari tahu tentang nama perusahaan itu, pokoknya malam ini aku harus udah menemukannya. Tapi bagaimana yaa pasti Mama masih di ruangan itu sampai pagi.”, ucap Acha kebingungan.

Sudah hampir 1,5 jam ia mondar-mandir di dalam kamar untuk mencari cara agar bisa mengetahui nama perusahaan itu. Akhirnya sekitar pukul 22.45 ia memberanikan diri untuk keluar menuju ruangan kerja Ibunya,”Suasananya sepi sekali, mungkin Mama udah tidur. Syukurlah kalau begini caranya kan enak”, ucap Acha bersemangat. Di luar dugaannya, saat Acha ingin membuka pintu ruangan kerja Ibunya, ia di kagetkan dengan tepukkan Ibunya. “Acha, kamu mau ngapain lagi ke sini? Sudah malam juga kok kamu belum tidur”, kata Ibunya yang menghentikan langkah Acha. “Anu ma anu, tadi pas Acha mau ke dapur, Acha dengar kayak ada suara aneh gitu dari ruangan mama. Jadi Acha penasaran terus kesini”, ucap Acha gelagapan.”Mana mungkin ada suara begituan, di rumah ini nggak ada penunggunya. Kamu mulai berani yaa membohongi mama? Sudah sana tidur!”, timpal Ibu Acha.
“Bahaya ini, Acha mulai curiga apa yang aku lakukan. Apa mungkin dia terlibat dalam pemberontakan di desa Suka Maju itu? Ahh mana mungkin anak seperti dia punya gagasan yang menyakinkan untuk mengajak warga Suka Maju melakukan pemberontakan.”, pikir Bu Ratih tenang. Mulai malam itu, kecurigaan Acha tentang kegiatan Ibunya sudah tak terbendung lagi. Ia kemudian menceritakan kejadian itu kepada teman-temannya dan Pak RT. Ia makin terkejut saat Dodi berkata “Cha, nama perusahaan yang merebut lahan warga setempat hampir ketemu. Katanya minggu depan pihak perusahaan itu bakal kesini buat survey tempat dan proyek mallnya akan segera di mulai.” “Pokoknya kita harus mencari tahu nama perusahaan itu sebelum mereka datang ke sini.”, timpal Lina menyakinkan. “Lalu, kami harus berbuat apa jika kalian belum bisa menemukan nama perusahaan itu sebelum minggu depan?”, ucap Pak RT. “Kami tidak bisa berdiam seperti ini terus. Kami ingin lahan kami segera kembali, saya berencana untuk memblokir akses jalan menuju lahan itu saat mereka datang kesini.”,saut salah satu warga. “Tenang bapak-bapak, ibu-ibu, jangan mudah gegabah dahulu. Kami sudah menyiapkan strategi untuk mencegah pembangunan mall tersebut.”, ucap Acha dengan optimis. Di tengah perundingan mereka, tiba-tiba teman almarhum ayah Acha datang dan menawarkan diri untuk membantu misi Acha dan warga desa Suka Maju untuk  menolak pembangunan mall di desa tersebut. Dan dengan senang hati para warga menerima usulan yang ia utarakan. Entah dari mana ia tau keberadaan Acha saat itu, tapi Acha tak mempermasalahkannya dan sangat senang dengan kehadiran orang itu.

3 hari sebelum pihak perusahaan melakukan survey, malam harinya Acha bertekad untuk menerobos masuk ke ruangan kerja Ibunya. Keadaan saat itu sangat mendukung niat Acha untuk mencari proposal itu, sebab saat itu Ibunya sedang pergi ke luar kota untk bertemu dengan teman almarhum ayah Acha. Rencana yang ia susun waktu itu berjalan mulus, sang Ibu tidak menaruh rasa curiga sedikit pun kepada teman almarhum suaminya. Dengan bebasnya, ia mengobrak-abrik semua berkas yang ada di meja itu. Beruntunglah, setelah semuanya berantakan ia berhasil menemukan proposal itu, ia kemudian mengambil proposal tersebut dan bergegaslah ia menuju desa Suka Maju. “Semoga proposal ini bisa membantu kita mencari titik terang dalam masalah ini”, ucap Acha sambil mengeluarkan proposal itu dari dalam tasnya. “Lho kok kamu bisa dapat proposal ini? Apakah rencana yang kita susun waktu itu bisa berjalan mulus?”, tanya Dodi. “Iya dong, semua berjalan sesuai dengan dugaan kita.”, balas Acha sumringah. “Hmmm… kalau ini benar terbukti dan kita serahkan masalah ini ke pihak yang berwajib, apakah kamu tega memasukkan Ibu kamu sendiri ke dalam penjara?”, tanya Lina sedikit putus asa. Acha termenung dan tak menjawab pertanyaan Lina, lalu ia tiba-tiba bercerita sejujurnya kepada mereka bahwa ia berharap Bu Ratih itu secepatnya masuk penjara, sebab selama ini Bu Ratih hanyalah Ibu tiri Acha. Acha telah kehilangan Ibu kandungnya sejak ia lahir, sang Ibu meninggal setelah melahirkan Acha. Dan Acha sangat membenci Bu Ratih semenjak kepergian Ayahnya, sebab Bu Ratih telah menyelewengkan warisan yang tinggalkan Ayahnya. Itulah cerita yang ia dengar saat teman almarhum ayah Acha bertemu dengan Acha setelah pertemuannya di desa Suka Maju, 5 hari yang lalu. Awalnya ia tak percaya dengan apa yang di ceritakan oleh om Handokot tersebut, tapi saat ia di tunjukan sebuah surat wasiat dari ayahnya ia berniat untuk menjebloskan ibu tirinya ke penjara. Teman-teman Acha tercengang setelah mendengar cerita itu, “Kamu yakin cha bakal tetap bersikukuh untuk memasukkan Bu Ratih ke penjara?”, tanya Dodi meyakinkan. “Iya”, jawab Acha dengan singkat. “Dek, bagaimana pun juga dia tetap Ibu kamu, sebab ia telah menggantikan Ibu kandungmu saat kamu  masih kecil”, saut salah satu warga Suka Maju. “Tapi bagaimana lagi bude, saya sudah tidak lahan lagi melihat Bu Ratih menyelewengkan amanat dari almarhum ayah, tekad saya sudah bulat. Dia berhak mendapatkan balasan ini.”, balas Acha yang mulai meneteskan air mata. Sejenak suasana saat itu menjadi hening, Acha pun masih saja meneteskan air matanya di bahu Lina.

“Syukurlah kita sudah menemukan titik terang atas masalah ini, besok kita tinggal menyambut kedatangan mereka bersama aparat kepolisian”, ucap Pak RT kepada para warga. “Pak, apakah kita perlu memblokade akses jalan menuju lahan itu?”,tanya salah satu warga. “Tidak, kita tak perlu sampai memblokade jalan ini. Kita cukup berjaga saja di sekitar lahan.”, tegas Pak RT. Malam hari sebelum para perwakilan perusahaan Ashimoto datang ke desa Suka Maju, Bu Ratih meminta para staffnya untuk membatalkan jadwal surveynya tersebut, ia sudah tau bahwa akan ada aparat polisi yang akan menangkapnya. “Maaf ma, bukan maksud Acha untuk durhaka dengan mama. Tapi Acha hanya ingin menegakkan keadilan, Acha tak suka dengan orang-orang seperti mama.”, ucap Acha sambil menyodorkan proposal yang ia ambil waktu itu. Bu Ratih pun terkejut, “Ka.. ka.. kamu kenapa bisa mendapatkan proposal ini?”, tanya Bu Ratih dengan suara terbata-bata. “Aku memang sengaja menyusun rencana untuk bisa mencari titik terang atas masalah yang dialami warga Suka Maju.Aku juga sudah tau semuanya, termasuk status mama.”, balas Acha dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Jad.. jadi Om Handoko sudah menceritakan semuanya kepada mu nak? Mama minta maaf, nak jika mama selama ini belum sempat mengungkapkan semua ini sendiri.”, ucap Bu Ratih dengan penuh sesal. Suasana malam itu pun menjadi haru, Acha pun tak bisa berpikir dengan jernih lagi. Keputusannya sudah bulat, “Sekali lagi maafkan Acha ma, sekarang mama sudah terlambat”, ucap Acha. Bu Ratih pun tak mendengarkan apa yang baru saja di ucapkan oleh Acha, ia terisak meratapi penyelesannya, namun apa daya Bu Ratih harus menanggung apa yang telah ia lakukan. Dan kehidupan warga Suka Maju pun kembali seperti semula, mereka bersuka ria ketika lahan mereka telah kembali.

Komentar