First
Rabbit
Sinar matahari di hari pertama musim
semi begitu hangat, salju-salju sisa musim dingin masih tergeletak di tepian
ranting pohon. Hari ini aku dan seluruh teman-teman angkatanku sudah mulai
masuk sekolah lagi seperti biasanya, liburan musim semi telah berlalu dengan
begitu cepat. Tak begitu banyak kegiatan yang dapat aku lakukan saat liburan,
sedikit membosankan jika dibandingkan liburan tahun lalu. Suhu udara yang sangat dingin mengharuskan semua
warga untuk berhibernasi selama beberapa hari, tak ada yang berani keluar rumah
sebab badai salju bisa menyeret siapa saja yang berani menantangnya.
Namaku Ayumi, siswi kelas 2 A dari
kelas sastra Jepang. Aku tak begitu mencolok di kalangan teman-temanku, tak
banyak siswa yang ingin berteman denganku. Kebanyakan dari mereka menganggapku
aneh, sebab pada dasarnya aku memang orang yang pendiam dan tak suka
bersosialisasi dengan banyak orang. Keseharianku saat di sekolah pun bisa
dibilang sangat membosankan, hanya membaca dan menulis beberapa cerpen di perpustakaan
sekolah. Yurika dan Ariko adalah teman dekatku, mungkin mereka mau berteman
denganku karena kepribadian mereka tak jauh berbeda dariku. Kami bertiga hanya
salah satu dari sekian ribuan anak di Jepang yang menjadi korban dari pesatnya
perkembangan dunia pergaulan.
Kami tak sepenuhnya pendiam, kami
membuktikan itu semua dengan cara bergabung dengan klub sastra yang ada di
sekolah kami. Memang sih klub sastra ini tidak terlalu popular, tetapi
menurutku klub ini bisa menampung kreativitasku yang selama ini tak di ketahui
oleh orang lain. Tak banyak siswa yang tertarik mengikuti klub ini, hanya
sekitar 15 orang saja, namun, itu pun tak berlangsung lama. Kegiatannya pun
sangat membosankan, sebagian besar kegiatannya hanya dilakukan sambil duduk di kursi
saja.
Walau pun begitu aku mempunyai cita-cita
untuk menjadi seorang idol terkenal. Kedengarannya lucu dan pasti orang
mengatakan “tidak mungkin”, tapi aku sedang berusaha keras untuk mewujudkan
mimpi itu. Suatu hari ada segerombolan geng (terdiri dari 6 orang) yang
menamakan dirinya sebagai “Ratu Para Idola” entah darimana mereka mendapatkan
nama itu, tetapi aku rasa mereka sangat cocok mengenakan nama itu. 2 diantara
mereka memang ada yang menjadi idol di salah satu agensi terbesar di Jepang,
mereka bernama Haruka dan Rena. Menurut teman-teman sekelasnya mereka tidak
terlalu pintar, mereka bisa sekolah di sini karena orang tua mereka punya
relasi dengan guru di sekolah ini. Tapi aku juga menyadari, aku bisa bersekolah
disini gara-gara aku mendapatkan beasiswa.
Setiap aku berpapasan dengan Haruka
dan Rena, aku merasa impianku untuk menjadi seorang idol runtuh seketika,
semangatku langsung hilang entah dimana. Melihat rambut, wajah, kulit, dan
suara mereka yang lembut membuatku bergetar, lalu “apakah aku bisa jadi idol
seperti yang aku inginkan?”, ucapku dalam hati. Hanya Yurika dan Ariko yang tau
tentang impianku itu, aku memang sengaja tak menceritakan impianku kepada orang
tuaku karena mereka sedang sibuk bekerja membanting tulang untuk membiayai kehidupanku
di sini.
“Hei Ayumi! Kok kamu ngalamun sih ?
Lagi ada masalah ya ?”, tanya Yurika sambil mengagetkanku. “Eh.. enggak kok,
Cuma lagi membayangkan bagaimana caranya aku bisa menjadi idol.”,jawabku. “Kamu
yakin ingin tetap jadi idol ? Jadi idol itu susah lho!”,ujar Ariko. “Aku sudah
yakin dengann impianku ini, aku ingin punya banyak teman dan penggemar yang
setiap hari menyemangatiku.. wah pasti sangat senang sekali!” “Iya emang sih,
tapi kalau jadi idolkan bakal sibuk sekali, harus berjumpa dengan banyak orang
juga.” “Kuncinya untuk bisa jadi idol itu, kepribadiannya harus di ubah dulu.
Setelah itu baru deh merubah penampilan!”,timpal Yurika. “Jadi mulai sekarang,
apakah kalian mau membantu mengubah kepribadianku yang pendiam ini ? Jika
kalian mau, kepribadian kalian juga akan berubah..” “Aku takut dengan
orang-orang di luar sana, bagiku menjadi pendiam itu sudah sangat nyaman.”
“Benar juga apa yang dikatakan Ariko, tapi kalau kita begini terus kita bakal
kesusahan setelah lulus nanti. Tidak salahkan kalau kita mencoba untuk keluar
dari zona nyaman ini ?” “Iya sih tidak ada salahnya, kita berubahnya tidak
langsung 100% kok, tapi kita berubahnya secara bertahap. Bagaimana ? Apakah
kalian ingin mencobanya ? Jika iya, ayo lakukan bersama mulai besok pagi!”,
ucapku dengan penuh semangat.
“Tapi dari mana kita memulainya
?”,tanya Ariko. “Mulai malam nanti, kita harus membiasakan diri untuk
mempelajari materi pelajaran lain selain sastra! Esoknya… kita harus lebih
aktif dari biasanya ketika Sensei membuka kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan atau untuk mengerjakan kuis dan soal di depan kelas. Kita harus bisa
mencobanya! Kita pasti bisa!”,ucapku. “Yap! Aku setuju. Kita jalani
bersama-sama, perjalanan keluar zona nyaman itu tidak semudah seperti yang kita
bayangkan! Ganbatte Kudasai!”,timpal Yurika.
Hari yang mendebarkan! Aku, Yurika,
dan Ariko berjalan dengan penuh percaya diri. Berbeda dari biasanya, jantungku
berdegup kencang dan semangat dalam diriku menggebu-gebu saat memasukin gerbang
sekolah. Semua siswa yang biasanya mengacuhkan kami bertiga kini terpana, “Eh
eh.. ada apa ini ? Kenapa 3 cecunguk itu tak berjalan dengan menunduk lagi
seperti biasanya?”,bisik salah satu siswa. “Eh iya ya! Kenapa mereka bisa
seperti itu ya ?”,balas siswa yang lain. Kami bertiga tak menggubris apa yang
menjadi gossip hari ini tujuan kami hanyalah ingin merubah kepribadian pendiam
kami, kami seperti telah menaklukkan 1 rintangan dengan mudah. Tak seperti
biasanya, saat istirahat pun kami bisa tertawa dengan riang tanpa tekanan.
“Wahh.. menyenangkan sekali! Kita tetap harus bisa menjaga semangat membara
ini, tak boleh berkurang sedikitpun.” ucap Yurika. “Aku jadi mantap menjadi
seorang reporter! Akan ku wujudkan hal itu setelah aku lulus dari sini!”,kata
Ariko. “Wahh… kau ini ya! Kemarin saja takut keluar dari zona nyamanmu, tapi
sekarang sudah berubah 180° derajat ya!”, ucapku dengan tertawa.
Berita tentang perubahan kami
menyebar begitu cepat, saat berjumpa di lorong pun geng terkemuka di sekolah
ini terus memandangi kami dengan tatapan yang sangat tajam. Entah apakah mereka
merasa terkejut atau merasa tersaingi kami pun tidak tau, yang jelas tatapan
itu tak menggoyangkan rasa percaya diri kami saat ini. Saat kelas sastra pun,
semangat kami semakin membara –saat itu kelas berasa hanya milik kami bertiga-.
Sungguh menyenangkan, di dalam batinku pun bertanya “kenapa tidak dari dulu aku
pergi dari zona nyaman?”
Hari berikutnya saat jam istirahat pertama,
ada seseorang yang diikuti oleh beberapa orang dibelakangnya berpakaian sangat
rapi datang mendekati mading utama di dekat ruang sastra sambil menenteng
beberapa gulungan kertas. Aku dan Yurika yang saat itu keluar dari perpustakaan
pun penasaran melihat Ariko dan teman-teman berduyun-duyun mengikuti
orang-orang tadi. “Wahh… ada apa ini ?”, tanyaku heran. “Entahlah, sepertinya
ada sesuatu yang menarik yang dibawa oleh orang itu. Kita lihat saja nanti saat
istirahat kedua.”balas Yurika.
Saat pelajaran matematika,
pandanganku teralihkan. Sedari tadi aku memperhatikan Ariko yang tak
henti-hentinya menulis sesuatu di atas kertas notes kesayangannya, “Pasti ada
sesuatu yang benar-benar menarik”,ucapku dalam hati. Pikiranku saat itu
benar-benar tak sedang ada di dalam kelas, tetapi seolah-olah sedang ada di
depan mading utama itu. Aku benar-benar penasaran!!!
*Tett…tett..tet….* suara bel
istirahat kedua berbunyi. Aku pun bergegas berlari menuju mading utama, sampai
tak ku acuhkan ucapan salam penutup dari sensei. Yurika yang penasaran pun
segera menyusulku di belakang. Saat tiba di depan mading utama, aku tak bisa
berkedip dan mulutku menganga selama beberapa detik melihat tulisan “AUDISI
PENCARIAN GEN KE-4 *KB *8” di poster itu. Yurika yang ada di belakangku pun
langsung menyadarkanku dan berkata “Ini kesempatanmu! Masih ada waktu sekitar 6
bulan untuk mempersiapkannya.” Lalu aku menoleh, tersenyum, dan kemudian
memeluk Yurika. “Bantu aku untuk mendapatkannya!”,bisik ku pada Yurika.
Kemudian setelah ku lepaskan pelukkanku, Yurika tersenyum dan menarikku kembali
ke ruang kelas.
“Ariko kemarilah.”, ajak Yurika. “Ya
ada apa ? Sebentar ya, sudah hampir selesai rencananya!” “Kamu sedang apa sih
?” “Eitss… jangan mendekat! Akan ku beritahu hal ini setelah pulang
sekolah.”,ucap Ariko tanpa memandang wajah Yurika.
*beep
beep* HP ku bergetar, saat ku buka ternyata ada pesan dari Ariko.
Friday, 13 March 2016 1.15 p.m
Ariko
: Setelah bel berbunyi jangan pulang dulu, ayo kita mampir ke ruang sastra
sebentar. ada sesuatu yang ingin ku sampaikan.
Yurika
: Ada apa sih ? Baiklah.
Aku
: Okay.
Kemudian Ariko menoleh dan
tersenyum padaku.
“Ada apa sih ? Kok kayaknya penting
banget.”, tanya Yurika sambil menarik kursi. “Lihat ini, sudah aku susunkan
latihan apa saja yang harus Ayumi lakukan untuk bisa ikut audisi itu.”, balas
Ariko sambil menyodorkan notes berisi ratusan huruf kepadaku. “Hah ? sebanyak ini ?”,tanyaku
kaget. “Yap.. dan itu harus dilakukan secara rutin. Untung saja kita tinggal di
kos yang sama, jadi aku bisa mengontrolnya dengan baik.”,ucap Ariko sambil
mengedipkan salah satu matanya.
6 bulan yang sangat berat! Kurang 1
hari lagi audisi itu di gelar. Semalaman suntuk aku tak bisa tidur karena memandangi bulatan merah di kalender
dindingku. Aku membayangkan akan seperti apa diriku nanti setelah jadi idol.
Sudah ku putuskan untuk berusaha tidur, tapi tetap saja tidak bisa. Akhirnya ku
duduk di depan meja belajar dan aku pun menulis surat untuk Ayah dan Ibu di
kampung halaman. Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, mataku mulai terasa berat setelah surat untuk ayah
dan ibu selesai, aku pun tertidur di atas meja belajar.
Beruntungnya aku terbangun sebelum
alarmku berbunyi, waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Aku melihat Yurika dan Ariko
masih belum keluar dari kamarnya, aku pun bergegas untuk beres-beres sebelum
berangkat menuju kantor pos. Setelah selesai berbenah, Yurika keluar kamar dan
menghampiri ku, “Ayumi ? apakah kau sudah bangun ? Ayo kita habiskan hari ini
untuk bersenang-senang sebelum kau pergi untuk mengikuti audisi.”, teriak
Yurika dari luar pintu kamarku. “Ah iyaa sebentar, tapi Ariko sudah bangun
belum ?”, balasku dari dalam kamar. “Ahhh iyaaa, Ariko! Aish dasar anak
itu.”,gerutu Yurika “Baiklah aku mau ke kamarnya Ariko dulu ya! Tunggu saja di
ruang tamu.”, ucap Yurika. “Baiklah”, balasku.
Sambil menunggu Ariko berbenah, aku
duduk di ruang tamu sambil membolak-balikkan surat itu, Yurika tak begitu
memperhatikanku karena dia sedang sibuk dengan game di HPnya. “Ayo teman, aku
sudah siap! Ayo kita bersenang-senang!”, ucap Ariko. “Ayo berangkat! Tapi
sebelumnya, kita ke kantor pos dulu ya ? Aku ingin mengirimkan surat ini untuk
ayah dan ibu.”,ujarku. “Ah. Baiklah :).”,
balas Yurika dan Ariko kompak.
Waktu berjalan begitu cepat, hari
ini berakhir dengan indah. Malam ini, kami bertiga tidur bersama di kamarku. Tadi
sore, mereka merencanakan ingin tidur jam 8 malam, tapi nyatanya sudah jam 9
kami belum tidur juga. Dari tadi kami menebak-nebak apa yang akan terjadi
besok, apakah aku akan lolos atau tidak. Jika aku lolos, mereka sudah menagih
agar aku membelikan es krim. Namun jika aku tidak lolos, mereka akan setia
membantuku untuk mengikuti audisi pencarian gen-5 tahun depan. “Sudah tenang
saja, kita sudah berusaha dan berdoa semaksimal kita. Jadi ayo kita istirahat
sekarang.”, ajak Ariko. “Benar juga, semoga Tuhan berpihak pada kita.”, balas
Yurika. Aku pun tersenyum setelah mereka berbicara seperti itu.
Hari yang ditunggu-tunggu telah
tiba. Aku dan kedua sahabatku sudah berada di tempat audisi 30 menit yang lalu,
setelah registrasi aku mendapatkan nomor urut 13, jantungku berdebar sangat
cepat dan di dalam hati aku tak berhenti berdoa kepada Tuhan semoga aku
diberikan keberuntungan. Sudah 45 menit disini, perempuan sebayaku dan bahkan 1
tahun lebih muda dariku terus berdatangan dan mengerumuni meja registrasi. Rasa
percaya diriku berkurang ketika melihat Haruka dan Rena menatapku dan mengajak
aku bersalaman, “Jangan merasa minder dan merasa kami berdua memusuhimu J kami berdua disini ingin memberikanmu
semangat, beberapa hari yang lalu aku mendengar dari temanmu, Ariko jika kamu ingin
menjadi idol seperti kami. Jadi berjuanglah! Kamu pasti bisa mewujudkannya,
Kami berdua menunggumu disini. Ganbatte Kudasai!”, ucap Haruka.
Tibalah giliranku untuk menunjukkan
bakatku kepada dewan juri, ku kerahkan seluruh tenagaku, tak henti-hentinya aku
berdoa di dalam hati. Setelah kurang lebih 3 menit aku bernyanyi dan menari,
tepuk tangan riuh menyambutku setelah aku selesai menyanyikan lirik terakhir
dari lagu yang aku bawakan. Aku tersenyum haru dan sedikit bergetar ketika
melihat berpuluh pasang menatapku. “Selamat! Semoga usahamu membuahkan
hasil”,ucap Yurika. “Jangan pulang dulu, tadi dari pihak panitia mengumumkan
bahwa 45 menit setelah ini aka nada pengumuman tentang 20 orang yang lolos di
audisi ini”, ujar Ariko. “Baiklah, kita kembali duduk di kursi itu saja ya”,
balasku.
Setelah sekian jam menunggu, pembawa
acara kembali ke atas panggung ditemani beberapa idol senior. Mereka berdiri
sambil membawa tas yang entah isinya apa aku pun tak tau. Saat pembawa acara
mengatakan bahwa ini adalah saat yang mendebarkan, semua penonton seketika
diam, jatungku berdegup tak karuan, Yurika dan Ariko tak berhenti menepuk-nepuk
pundakku. Pengumuman pemenang dibacakan dari urutan ke-20, namun saat memasuki
urutan ke-11 aku merasa sedikit gundah karena namaku tak kunjung di sebut. Aku
mulai pasrah dan lemas, semangat dan rasa percaya diriku hilang begitu saja
rasanya air mataku ingin tumpah saat itu juga. Tapi saat pembawa acara akan
membacakan urutan ke-9, salah satu idol senior itu tersenyum sumringah kepadaku,
yap dia adalah Rena. Kemudian pembawa acara itu memberikan microphone dan
kertas gulungan yang ia bawa kepada Rena, dan setelah itu Rena berkata “Dan
urutan ke-9 ini sangat istimewa, dulu saat aku masuk audisi ini pun juga urutan
ke-9. Dan pasti orang ini akan merasa bahagia, perjuangannya berbuah manis!”
kemudian beberapa idol yang ada di dekatnya pun bertanya-tanya, kira-kira siapa
ya dia ? “Urutan ke-9nya jatuh kepada………….. Ayumi-san!”, ucap Rena sambil
bertepuk tangan. Setelah Rena memanggil namaku, seluruh semangat dan rasa
percaya diriku kembali kepada tuannya, seluruh bulu kudukku berdiri, dan aku
gemetar saat berjalan menuju panggung. Dan saat aku sambil di panggung dan
menghadap ke seluruh penonton Rena berteriak “She is first rabbit! Perjuangannya
menuju panggung ini sangat melelahkan, dan ingatlah usaha keras tidak akan
pernah menghianati!” Kemudian beberapa idol lain bertanya padanya “Memangnya
siapa dia ?” dan sambil tertawa Rena menjawab “Dia dan kedua orang yang sedang
duduk di ujung sana adalah teman sekolahku :D Jika kalian ingin tau siapa
mereka ,tanyakan saja padaku :) ”.
Komentar
Posting Komentar